“Indonesia yang kita cita-citakan di masa depan bukan hanya ada dalam bayangan,” ujar seorang perempuan, di atas panggung Tempo Media Week pada 25 November 2017 lalu. Perempuan itu adalah salah satu dari beberapa manusia visioner pilihan Tempo yang telah berdedikasi dan berkontribusi nyata bagi manusia lainnya. Di atas panggung itu, mereka membicarakan tentang Indonesia di masa depan versi mereka.
Wah wah wah, apa tuh maksudnya masa depan bukan dalam bayangan? Udah ada sekarang, gitu? Apakah yang dikatakan Meikarta bahwa “the future is here today” itu nyata?
“Ia sudah hadir setiap hari, lewat apa yang terjadi pada ruang-ruang kelas kita saat ini,” lanjutnya. Perempuan yang berbicara itu adalah Najelaa Shihab, founder dari Sekolah Cikal dan segudang inisiatif lainnya di bidang pendidikan. Yang ia bicarakan tadi, buat yang ngga ngerti maksudnya apa, sepenangkapan saya sih harusnya menunjuk pada pentingnya kegiatan pembinaan anak muda penerus generasi bangsa yang umumnya dilakukan melalui institusi bernama sekolah.
Seketika, rasanya pengen berdiri dan ngasih standing applause gitu begitu denger kalimat itu. Seketika, saya ingat mereka, guru-guru saya.
***
“Nah ini, si bangor (baca: nakal dalam bahasa Sunda) datang lagi,” ujar Bu Nurhayati (almh.), wali kelas SD saya, saat saya temui beberapa tahun lalu setelah kelulusan saya. Saat saya sudah jadi anak SMA.
Nggak, saya dibilang nakal bukan karena suka gangguin temen atau nggak ngerjain PR. Tapi karena saya suka gangguin gurunya. Bagi saya, guru itu adalah jenis manusia yang menarik untuk diulik. Awalnya saya penasaran, kok mereka bisa serba tahu sih? Tapi, puzzle yang lebih besarnya adalah: kok mereka mau ngurusin anak-anak yang bukan anak mereka sih? Saya aja gak kebayang untuk ngurusin satu anak yang kayak saya itu susahnya seperti apa, nah, mereka harus ngurusin super banyak.
Akhirnya, saya suka main ke ruang guru untuk menuntaskan rasa penasaran. Saya pengen ngobrol dengan guru kesukaan saya untuk memelajari apa saja yang mereka pikirkan dan alasan dari berbagai hal yang mereka lakukan. Nah, biar bisa masuk ke sana, saya suka cari-cari urusan, dari yang jadi wakil ngumpulin buku lah, terus… apa lagi ya, lupa. Mungkin karena degdegan gitu mau masuk ruang guru, setelahnya sampai lupa cara masuk ke sananya gimana.
Kebiasaan itu pun berlanjut hingga saya di jenjang perkuliahan. Bagi saya, menemukan hal unik dari pemikiran manusia yang berprofesi sebagai pengajar saya adalah hal yang mengasyikkan. Bagi mereka, mungkin bertemu dengan saya adalah sebuah ujian kesabaran yang tak berkesudahan.
Sejak seminar di Tempo Media Week, saya, yang hari ini sudah lulus 3 tahun lalu dari institusi pendidikan, dibayangi rasa penasaran kenapa para pengajar itu sebegitunya mengurusi masa depan Indonesia yang ada di ruang-ruang kelas. Kok mau? Kok bisa?
***
Eh, tapi ya, kalau dipikir-pikir, buat tahu alasan di balik alasan itu gak semudah bertanya “mengapa?”. Memangnya, kalau seseorang berkata A, apakah lantas A itu yang benar dia percayai dan lakukan setiap hari? Belum tentu, tapi bisa jadi. Butuh observasi untuk menyamakan perkataan dengan aksi.
Selanjutnya, kalau saya sudah tau alasannya apa, terus kenapa? Hm, paling cuma bilang “oooh…gitu, oke sip. Semangat! Hehe”. Belum tentu saya ngerti. Gak pernah mengalami.
Oh iya! Ada bagian terpenting yang saya lupakan. Seseorang mungkin bisa mengakui kalau ia punya alasan kuat di balik suatu hal yang ia kerjakan. Tetapi, itu bukan jaminan bahwa ia baik dalam melakukan suatu hal tersebut, kan? Modal niat aja ga cukup kalau tujuannya adalah menghasilkan manfaat. Butuh kerja, kerja, kerja. Eh.
Jadi, seharusnya saya gak cuma berhenti di rasa penasaran tentang alasan seseorang melakukan sesuatu aja. Tetapi, saya juga harus penasaran tentang bagaimana pola pikir dan cara yang ia pakai dalam menjalankan hal tersebut, sehingga, dalam konteks yang saya bahas saat ini, masa depan Indonesia memang benar-benar disiapkan dengan baik dan ciamik!
***
Dan akhirnya, saya menemukan sebuah peluang untuk memahami dunia para pengajar sedikit lebih dalam! Lalu, apa yang saya pelajari dari sana?
Leave a Reply