Sungguh Tak Sengaja Kubuat Lidahku Membara

Pinggang saya sudah hangat serelah fisioterapi.

Mata saya sudah terbuka, terbangun dari tidur yang lelap di ruang fisioterapi.

Anget gitu, enaknya memang tidur.

Namun tak dinyana, perut saya memberontak dan membuat mulut saya terbuka. Bukan udara yang mulut saya perlukan, udara masih dengan lancarnya keluar masuk dari hidung saya, tapi makanan.

Ya, saya lapar.

Saya ajak mama saya untuk makan setelah membeli beberapa jendela dunia.

Saya bukan dari toko meubel, saya dari toko buku. Mereka menjual jendela-jendela dunia yang memberi pencerahan pada pikiran saya dan menghibur saya di hari yang terasa begitu lama tanpa kegiatan.

Duduk saya terdiam. Tapi saya tak diam sepenuhnya. Bola mata saya menggeliat bergerak gerak dengan lincahnya di lubang mata, memindai menu begitu cepat.

Nasi goreng. Sungguh pilihan yang tepat mengisi perut yang lapar.

Detik-detik saya lewati dengan membaca komik. Membunuh waktu saat menunggu nasi goreng tersaji.

JRENG! Nasi gorengnya sudah tersaji.

Saya mulai melahap nasi dan telor ceplok yang merupakan pelengkap nasi goreng. Kehadiran telor ceplok yang disajikan bersama nasi goreng sungguh tak bisa disubtitusi.

Namun saya masih saja membaca saat saya sedang makan. Rasanya memang nikmat. Membaca sambil makan. Menyatukan dua hobi saya dalam satu waktu yang bersamaan.

Tapi rasa itu hilang sudah.

Tiba-tiba muncul rasa pedas yang sungguh luar biasa terasa di lidah saya. Seperti petir yang menggelegar dan menyambar rumah-rumah yang tidak memasang penangkal petir diatas atap.

Kukeluarkan sesuatu yang sepertinya datang dari neraka itu dari mulut saya. Saya bertanya-tanya benda apakah yang membuat airmata saya hingga mengalir?

CABAI HIJAU.

Sungguh ku tak menyangka. Tapi ku tak bisa menyana. Mungkin ini hukuman tuhan karena makan sambil membaca.

peppergreenchile


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *