Banyak Bicara

Ada yang bilang, “kurangi bicara, perbanyak berkarya.”

Menurutku, pernyataan itu cocok jika kamu tergabung dalam sebuah institusi atau organisasi yang sudah punya divisi pemasaran atau hubungan masyarakat. Namun, beda halnya jika kamu tergabung dalam sebuah tim kecil, bahkan jika anggota tim kamu hanyalah kamu dan kesendirianmu.

Kalau karyamu minim kamu bicarakan, atau bahkan tidak dipublikasikan, sampai bulukan pun itu karya ga akan kemana-mana, bakalan tetap di pojok ruangan.

Kalau kamu berencana membuat karya yang butuh kerja sama dengan banyak orang, mungkin kamu harus “lebih banyak bicara daripada berkarya”. Karena penting bagimu untuk memastikan orang-orang sepemahaman dalam mengerjakan sebuah karya itu bersama-sama.

Oke, intinya yang mau kusampaikan adalah, sepandai-pandainya orang dalam berkarya, akan lebih oke, kalau dia pandai dalam berbicara juga**. Konteks kata “bicara” yang kubicarakan dalam pembicaraan kita ini adalah kemampuan untuk mengomunikasikan sebuah maksud agar dapat dimengerti lawan bicara (wuih, bicaraception). Syukur-syukur kalau caramu berbicara bisa sampai mengambil hati si dia.

Saya bukan orang yang gemar bicara. Tapi selama setahun ini, saya terpaksa harus bisa berbicara di hadapan banyak orang. Mulai dari pemaparan program, penyampaian materi lokakarya, ngasi masukan sebagai mentor, bahkan sampai ngasi penilaian sebagai juri.

Mungkin kamu bertanya (atau saya kege-eran pengen ditanya): “Apakah emang itu udah direncanakan, Dhil? Bikin milestone yang harus dicapai buat ngomong di acara-acara gitu?” Nggak siiih, mana ada! Hahaha. Saya orang yang ga suka dan ga punya perencanaan secara detil ini dan itu. Yang kupunya hanyalah hati yang setia tulus padamu niat.


Pada 6 tahun lalu saya pernah nulis di sticky note, ditempel di meja belajar: “Dhila is going to be a master in public speaking!” Yang foto di sebelah kiri itu mentor tim saya waktu ikutan lomba Unilever Future Leaders’ League yang menyadarkan saya kalau kemampuan public speaking tuh penting. Jago ngide aja ga cukup.

Sisanya, ya, saya ikuti rencana Tuhan saja, huehehe. Pokoknya, jika suatu saat muncul kesempatannya, ya, dicoba sebaik-baiknya.

Lalu, untuk bisa dapat kesempatannya itu gimana? Ga mungkin tiba-tiba dong, pasti ada sebabnya ga sih? Hmmm, yang saya yakini, karya dan kerja keras kita itu bisa berbicara. Balik lagi pada fakta bahwa saya bukan tipe yang gemar bicara, berarti, yang bikin orang mau ngajakin saya ngomong di acaranya itu karena karya yang saya hasilkan. Sepertinya sih gitu. Rasanya kayak, “tuh kamu kan udah bikin karya A, sekarang tanggung jawab tuh jelasin ke orang maksudnya gimana.”

Dari sana, saya mulai latihan deh. Biasanya, saya tulis poin-poin utama yang mau disampaikan dan harus orang pahami. Habis itu, nulis poin-poin pendukungnya. Jika pemaparannya pakai slide presentasi, saya bikin skrip tuh di masing-masing halaman. Setelahnya, saya cari teman yang mau mendengarkan saya latihan untuk kasi masukan. Penting tuh, biar kita gak kepedean kalau semua orang akan langsung ngerti dengan apa yang kita sampaikan.

Nah, yang kupelajari selama latihan intensif dalam setahun ini, untuk berbicara pada banyak orang ataupun seseorang, formulanya sama, yaitu: kenali audiens, kuasai materi, dan baca situasi.

  1. Kenali audiens/lawan bicaramu. Siapa mereka? Apa kebutuhan dan keinginan mereka? Sejauh apa pengetahuan mereka tentang materi yang akan kau sampaikan?
  2. Kuasai materi. Pahami konteks dan konten.
  3. Baca situasi, adaptasi! Saat mendengarkanmu berbicara, mereka melakukan sebuah investasi dengan hal yang berharga dalam hidup mereka: waktu. Jangan bertele-tele. Jangan membosankan. Jangan menuntut untuk dimengerti kalau kamu nggak mengerti situasi orang lain #eh.

Gitu kira-kira curhatan pembelajaranku selama setahun ini (tentunya akumulasi pengalaman dari tahun-tahun sebelumnya sih). Perkembangan yang cukup baik dari yang asalnya dulu, pas SMP, saya pernah ga sadar ngerobek-robek kertas pas baca puisi saking degdegannya. Terus, pernah ga lolos masuk final sebuah lomba walau idenya bagus (dapet penghargaan buat idenya loh) hanya karena cara presentasinya gak mendukung. Dan sekarang, cukup bisa beradaptasi untuk berbicara dengan audiens yang beragam jenis. Dari anak SMA, ibu-ibu rumah tangga, hingga orang-orang pemerintahan.

Akhir kata, saya imbau (ealah apa si) teman-teman sekalian agar selalu berkarya dan jangan lupa latihan bicara agar bisa memicu lebih banyak orang untuk berkarya bersama-sama!

***

Eh iya, buat nanti dipamerin ke anak cucu, saya mau abadikan pengalaman tahun 2019 dalam berlatih bicara di sini ah. Males soalnya kalau harus cerita diulang-ulang, mendingan mereka baca sendiri, kalau ada yang ga ngerti, baru nanya wkwkwkwkwk~ (Emang dasar saya lebih suka penyampaian tulisan daripada lisan ya hahah!)

Januari

Maret

April

Juli

Agustus

September

Jadi mentor di Startup Weekend Manado – Women Empowerment

Oktober

Jadi mentor di Startup Weekend BSD – Smart City
Workshop Persiapan Riset Dayamaya

November

Jadi mentor di Startup Weekend Manado – Blue Economy

Desember

Jadi juri di Startup Weekend Lombok

** Kalimat saya yang ini tuh berasa kalimat orang tua yang ngomong ke anaknya, “wah iya kamu jago menghitung. Coba latihan pencak silat, musik, dan programming juga ya. Bagus tuh kalau bisa.” Gapapa lah ya, kan nanti saya juga jadi orang tua hahahahahahaha.


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *