Kemajuan Hidup setelah Empat Bulan

Sudah sejak lama saya ingin membuat postingan di blog dengan membuat kerangka tulisannya terlebih dahulu sebelum mulai bercerita. Kapan saya menyadari keinginan hal akan hal itu? Sejak saya mengenyam bangku SMP. Saat itu, pertama kalinya saya mengenal cara tercanggih untuk menjaga pikiran tidak jauh dari alur yang ditetapkan seharusnya. Mengapa baru diajari saat SMP ya? Padahal semakin dini diajarkan, maka akan semakin mudah untuk diimplementasikan. Benar kan? Contohnya saja, sejak kecil saya diajari untuk membuka pintu kalau mau keluar ruangan. Jadi lah, hingga sekarang, saya bisa keluar masuk ruangan dengan mudah.

Mungkin guru-guru SD punya pertimbangan lain. Menurut mereka mungkin lebih mudah mengembangkan pikiran anak-anak seluas-luasnya, lalu baru lah diberi batasan, daripada sudah memberi batasan sebelum mulai berpikir. Bisa-bisa ide-ide yang bagus malah terpangkas sebelum sempat dikembangkan.

Untuk lebih menjelaskan tentang paragraf sebelumnya, coba saya beri analogi seperti ini, saya hendak berpergian jauh. Sebelum berpergian, saya harus membawa pakaian karena perjalanan akan memakan waktu berhari-hari. Saat berkemas, saya memilih untuk memilih koper dahulu, baru memilih baju. Saya masukkan pakaian saya ke dalam situ. Tapi ternyata pakaian saya cuma mengisi setengah dari koper itu. Kok bisa? Soalnya uangnya habis untuk beli koper tadi. Nah, bandingkan dengan saya memilih baju-baju terlebih dahulu, baru memilih kopernya. Ternyata baju yang saya pilih terlalu banyak, hingga saya kehabisan uang membeli koper. Dari analogi ini, kita bisa dapat menarik kesimpulan kan? Hm, sepertinya sih bisa.

Baiklah, saya tarik kembali analogi tadi. Sori. Saya tidak jago membuat analogi karena saya sudah jarang main game di Playstation. Iya, jadi jarang pakai joystick analog. Sekarang eranya touchscreen sih. Tapi saya juga tetap saja jarang main game.

Kembali ke topik awal, saya masih belum membuat postingan di blog dengan langkah awal membuat kerangkanya dulu. Memang apa susahnya sih membuat kerangka karangannya dulu? Tidak susah sih, buktinya saja waktu kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah pada semester pertama, saya dapat nilai A. Oke, sudah tercium aroma gosong di sini. Ada kepala digoreng sampai mengembang besar, sampai-sampai gosong.

Tidak susah sih, tapi nantinya tidak terlalu asyik jatuhnya. Saya suka dengan banyak kemungkinan yang memungkinkan untuk dipilih. Dengan membuat kerangka, berarti mau tidak mau, harus stick to the plan. Dan saya kurang begitu menyenangi hal itu. Sampai sekarang saja, hidup saya masih berjalan sesuai kerangka. Pertama saya masuk TK, baru lah boleh masuk SD, SMP, SMA, dan baru kuliah. Tidak boleh masuk SMP dulu baru masuk SD. Padahal saya lebih suka memakai rok warna biru daripada rok berwarna merah. Menyebalkan.

Oh iya, fyi aja nih, saya masih nggak terima kalau Power Ranger merah itu selalu lebih hebat daripada Power Ranger biru. Dan oh iya, saya turut berduka untuk Power Ranger kuning atau pink karena biasanya mereka itu kalah-kalah dulu pertamanya. Secara tidak langsung, saya lihat ada diskriminasi terhadap warna di sini. Hal ini berimbas pada lebih banyaknya murid SD yang memilih warna merah sebagai warna favoritnya hanya karena warna itu lah yang dipakai Power Ranger yang hebat, dan terpaksa mengkhianati diri mereka sendiri. Hal ini menyakitkan bagi anak-anak yang menyukai warna kuning lampu stopan.

Berhubung saya akhirnya tidak jadi membuat kerangka tulisan, berarti selanjutnya boleh lompat ke mana saja dong.

UNICA The Stirring Mug

Sekarang UNICA sudah ada di mana-mana, selain hanya di pikiran saya saja. Senang sekali! Asal kamu tahu, berkat UNICA, saya jadi nggak cuma posting selfie di media sosial saja, tapi di media massal! Hahahahaha. Yak, lagi-lagi ada bau gosong di sini.

Featured on Diana Rikasari's Instagram!Kya! Di review sama Diana Rikasari!

Kalau kamu mau UNICA, atau mau tahu lebih banyak tentang UNICA, tenang dulu, tenang (perasaan yang dari tadi nggak tenang itu saya, sih), klik di sini untuk liat websitenya atau klik di sini untuk lihat instagramnya.

Dari pengalaman saya dengan UNICA, banyak sekali hal yang bisa saya ambil, selain uang dari customer, tentunya. Untuk membuat bisnis dari produk yang belum pernah ada sebelumnya itu tidak mudah. Perlu research & development yang banyak untuk bisa membuat produk yang baik. Akhirnya, saya mengerti bagaimana perasaannya Thomas Alfa Edison untuk membuat lampu pijar. Tapi masih lebih sulit perjuangannya Edison sih, setidaknya kami nggak harus gelap-gelapan pas lagi ngedevelop UNICA. Hehe.

Buat kamu yang lagi sakit, UNICA itu cocok banget buat kamu. Orang sakit kan biasanya butuh minum obat. Kalau mau minum obat berbentuk kapsul, butuh air buat menenggak kapsulnya hingga bisa ditelan dengan mudah kan. Buat minum air, butuh gelas buat menampung airnya sebelum diminum. Nah, kebetulan! UNICA itu gelas, bisa dipakai buat menampung air.

Yak, perkenalkan, nama saya Dhila. Kegemaran saya selain menghubungkan laptop dengan internet, saya juga suka menghubungkan hal-hal yang tidak pada konteks yang sama sehingga bisa berhubungan. Mungkin, penghulu adalah salah satu mata pencaharian yang saya konsiderasikan untuk saya pilih di masa depan.

Ikutan Daftar di Google Student Ambassador Program 2014

Terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah membantu saya untuk mendaftarkan diri di Google Student Ambassador program. Terima kasih buat Abdul, yang bikin saya kabita (baca: ikut-ikutan jadi kepengen) ikutan GSA. Terima kasih buat Evita udah bantuin berjam-jam buat video yang panjangnya cuma 30 detik, buat Gory juga, udah senyum-senyum pas saya lagi take video. Terima kasih buat Kaju, untuk insight yang super keren, feedback yang menampar, susah-susah berlatih pakai Glidecam (akhirnya dipakai buat scene paling awal), dan menyutradarai videonya. Lalu, terima kasih juga buat Pak Pri, tiba-tiba surat rekomendasinya udah di-acc dan tinggal diambil di admin prodi. Daaan, terima kasih buat Pak Awi yang udah Dhila repotkan tiga kali untuk merevisi surat rekomendasi, padahal harusnya cuma dua kali aja, gara-gara surat yang udah direvisinya hilang ditelan malam atau ditelan mbak-mbak waitress restoran (nggak sih, Dhila lupa naro aja, di tempat umum tapi), terus nggak marahin Dhila gara-gara Dhila hilangin suratnya. Buat Pak Arief juga, menghibur pas suratnya hilang, dan juga menertawakan. Terus buat Luqman, yang lagi santai-santai di payung padahal seharusnya lagi kelas TOM (dan saya juga tiba-tiba kabur dari kelas TOM, asalnya mau naik ojek), terus diajakin nganter nyari surat ke restoran tempat tragedi berdarah (gara-gara saya beranalisis kalau surat saya hilangnya di situ) di jalan Riau.

Ya, kalau kalian tanya, “apa rasanya kehilangan?” pada saya, sekarang saya sudah bisa menjawabnya dengan sedetil-detilnya, berdasarkan pengalaman saya kehilangan surat. Ini salah satu kejadian yang meninggalkan trauma pada diri saya, sepertinya.

Hm, kayaknya saya berbakat juga jadi pemain sinetron atau pembawa acara gosip. Suka melebih-lebihkan yang seharusnya tidak berlebih, sih. Sekarang saya jadi dilema deh, antara mau jadi pembawa acara gosip, atau jadi penghulu.

Nah, semoga aja keterima deh jadi Google Student Ambassador! Amin.

 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *