Cerpen: Bukan Gantungan Baju

Suatu hari, saya dan teman sedang menempuh kehidupan baru. Nggak deng. Kami sedang menempuh perjalanan ke Bandung. Kami baru saja pulang dari luar kota. Kota kecil yang nyaman, namun senang sekali dicoret-coret orang yang iseng. Kasihan sekali. Yang membuat miris, bukan hanya beberapa bagian bangunan kota, melainkan jati diri kota itu sendiri. Bandung coret, kata mereka. Ya, saya dan teman habis dari kota Cimahi.

Kota Cimahi merupakan kota yang lebih maju peradabannya daripada kota-kota di Kalimantan. Sudah ada bioskop dan Hoka-Hoka Bento di sana. Bahkan, menurut kabar burung (maaf bagi yang hobi memelihara unggas, jenis burung tidak disebutkan karena saya menggunakan burung dalam artian konotasi, ya), kini di kota Cimahi sudah ada Gokana Teppan. Bahkan, geng-geng motor gaul di Bandung, seperti Brides dan XTC, sudah menorehkan nama mereka di bangunan-bangunan Cimahi. Nampaknya ada yang janggal. Oh, saya sudah salah menuliskan nama Brigez menjadi Brides. Kebayang deh, kalo namanya Brides berarti sekumpulan wanita-wanita yang pada hari yang sama akan melangsungkan akad nikah, terus malah kabur naik motor bebek yang terparkir di depan setiap gedung tempat mereka akan membacakan janji suci sehidup semati (bagi yang tidak berencana untuk cerai, berpisah sambil nyanyi lagu Cakra Khan, Harus Terpisah), yang ternyata sudah direncanakan sebelumnya oleh pimpinan geng Brides. Jadi, bisa dilihat di sini bahwa visi dari pimpinan geng Brides adalah untuk memisahkan antara pengantin laki-laki dan wanita, seperti layaknya di film Runaway Bride. Hm, sudahlah, tidak penting juga untuk dibahas. Eh, saya tidak bermaksud untuk bilang Cimahi itu tidak penting, tetapi hal yang saya bahas itu kurang esensial dan kurang masuk akal (ya, saya pun menyadari itu).

Jadi, sampai di mana kita? Oh, sampai mati aku jadi penasaran, sampai mati pun akan kuperjuangkan (maaf untuk para fans Rhoma Irama sebab saya mengubah lirik di bagian kata “sampai” yang pertama, harusnya “sungguh”. Sungguh, saya butuh lagu tersebut supaya post ini lebih nendang karena pada dasarnya, genre dangdut itu sangat menendang siapa saja. Apalagi kalau naik ke atas panggung tapi gak ikut nyawer duit buat penyanyi saat dilangsungkan orkes dangdut.

Sekarang beneran deh, apa yang akan saya dan teman saya lakukan setelah meninggalkan Cimahi menuju Bandung?

***

Hore, terima kasih untuk kalian yang telah membaca cerpen buatan saya yang baru bangun tidur ini! Terima kasih juga karena kalian bersedia digantungkan di akhir cerita. Satu pelajaran dari cerpen ini, tidak hanya masalah percintaan saja yang bisa digantungkan, tetapi baju juga bisa.

Cerpen, feedback.

P.S. Kalau di NLP Training, kalimat terakhir di atas itu artinya sang pembicara menginginkan umpan balik atau komentar dari orang lain. Merasa orangkah diri Anda?

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *