Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Mari ucapkan hamdalah bersama-sama, “alhamdulillah, ya, Allah, ya, Rasulullah!” Puji dan syukur saya panjatkan pada-Nya karena atas berkat dan rahmat-Nya lah saya bisa menempati kamar saya yang baru. Kamar Dhila versi 2.0. Tidak ada perayaan yang khusus untuk merayakan selesainya renovasi kamar ini, kecuali hanya peluncuran dua ratus kembang api roket ke angkasa dan konser keroncong dangdut diiringi Tarling, gitar dan suling, di kecamatan saya.
Selain atas rahmat-Nya—dan uang dari Papa yang setiap hari bekerja keras—kamar saya juga tidak akan selesai tanpa campur tangan dua orang di atas ini. Bukan di atas saya, ya, di foto yang berada sebelum paragraf ini.
Di foto tersebut ada tukang kayu yang hebat bernama Pak Utom. Jasa beliau dalam membuat semua perabotan kamar sungguh tak ternilai. Kamar yang telah terisi perabotan yang matching warnanya antara satu dan lainnya, telah mengembalikan semangat hidup saya untuk betah tinggal di kamar mulai membara lagi. Nah, Pak Utom tidak sendiri dalam mengerjakan perabotan kamar. Beliau mengerahkan salah satu dari dua anak tercintanya. Dua anak yang telah diwarisi DNA seorang tukang kayu ulung. Semua orang punya jalannya masing-masing memang. Sudah jadi jalan suratan saya untuk dipertemukan dengan Pak Utom and Sons. Terima kasih, Pak Utom and Sons.
Eh, tapi karena tadi saya ceritain Pak Utom and Sons jangan malah kepikiran yang disamping Pak Utom itu adalah anaknya, ya. Itu kan Aa, yang telah diceritakan dalam dua post sebelum ini. Lagian aneh juga, kali masa Pak Utomnya kecil dan imut tapi anaknya besar dan kekar. Perbedaan warna kulit juga udah cukup sih untuk menjelaskan semuanya.
Dengan selesainya kamar saya ini, berarti berakhir pula masa “panas-panasan dalam mobil kijang kotak Aki (baca: kakek)”. Kebayang ga sih, siang-siang jam 1, saat bulan puasa, naik mobil bareng Aa nyari keperluan kayak cat, lantai vinyl, pegangan laci, stop kontak, dll. Sauna dalam mobil ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi beberapa kali. Soalnya belinya nyicil. Beginilah hidup, serba dicicil daripada tidak sama sekali.
Lihat lantai di atas? Itu bahannya bukan kayu, tapi vinyl. Bahan vinyl ini lebih mudah dibersihkan dan awet. Nggak terlalu ribet kayak lantai parquet. Tahan air walaupun tak tahan api. Begitu juga manusia. Disundut sedikit saja, bisa berkobar sejadi-jadinya.
Kamar Dhila berwarna ungu bukan berarti bahwa cita-citaku ingin menjadi janda karena menikah saja belum. Hehe. Warna ungu itu mencerminkan kreativitas, ketenangan, mewah, agung, dan artistik. Konon, warna ungu ini membuat kita merasa nyaman deh. Kan anak kuliahan tuh pasti bakal stres (sotoy), jadi butuh rasa nyaman agar hati ini tentram walau tak ada yang mampu menenangkan.
Cat yang dipakai untuk memoles kamar Dhila itu mereknya Kemtone. Siapa tau ada yang berminat.
Lucu, kan wallpapernya? Iya dong. Makanya, mari ketawa untuk merayakan kelucuan dari wallpaper ini. Ga usah nonton Stand Up Comedy dulu. HAHAHA.
Mungkin ada yang bertanya-tanya apa, sih, fungsi papan yang dilapisi wallpaper itu? Kenapa wallpapernya ga langsung ke dinding aja? Nah, fungsi papan ini ada banyak. Selain supaya lucu, hahaha, berfungsi buat nyembunyiin kabel juga. Ada kabel buat ke dua lampu sorot (letaknya di rak pertama), kabel buat ke lampu neon (letaknya ada di rak paling atas, sejajar speaker), stop kontak, saklar, dan kabel buat ke speaker. Kelihatan rapi, gitu kan makanya! Iya dong, kalo minumnya? Jawab sendiri. Pertanyaan retorik.
Liat kotak biru di ujung kiri rak? Kotak itu berisi kenanganku semasa kecil dulu. Mau tau? Mau tau? Nanti deh diceritain. Kalau lagi mood, ya. Di rak pertama ini juga ada beberapa buku yang disusun bukan? Maksud saya menaruhnya di atas sana itu artinya buku yang sedang saya usahakan untuk dihabiskan. Dibaca sampai habis. Dimengerti dan diresapi.
Dari sekian banyak CD, yang paling sering diputar itu CD Romantic Piano dan Greatest Hits: Mozart. Gaul abis kan. Kebiasaan dengerin musik klasik di Inten sih—wets, iya gue anak gaul Inten.
Perhatikan meja belajar tempat saya memposisikan laptop saya. Itu bisa dilipat loh! Diangkat ke atas, jadi ada dua papan yang buat nempel notes gitu. Kayak papan pengumuman, istilahnya. Bisa milih, mau mejanya pake yang pendek (di foto, meja yang pendeknya itu lagi jadi sandaran buat yang meja tinggi), atau mau pake yang tinggi (kayak di foto). Istimewanya, kalau kita pake yang pendek, kita bisa membuka lantai dibawahnya itu untuk digunakan supaya kaki ga usah duduk bersila tapi diselonjorkan ke bawah. Konsepnya mirip seperti meja tatami di Jepang tapi yang dibawahnya ada lubang untuk kaki.
Dock iPod yang saya gunakan ini, bisa disebut DVD Micro Hifi System. Siapa tau ada yang berminat buat nyari juga. Serbaguna banget deh, bisa buat deck iPod, radio, DVD, CD, dan alarm juga.
Wow, ada meja rias juga. Anak kuliahan harus memperhatikan penampilan ternyata. Bukan itu aja sih, kita memang harus sering bercermin untuk memberikan sugesti positif. Tujuan intinya dalam bercermin itu bukan untuk nyari jerawat baru terus dipencet, ya. Buat benerin wajah kalau-kalau ada yang mencong sebelah. Gak deng.
Si ganteng dan lucu, Faiz Muhammad.
Sebenernya isi post ini belum lengkap. Nanti disambung lagi. Belum cerita pintu geser, belum ada foto tempat rahasia buat kaki selonjoran kalo lagi make meja pendek, dan, oh, belum cerita kalau kamar saya ini berbentuk panggung, lantainya ditinggin gitu pake rangka kayu, baru ada fotonya aja kan tuh yang ada foto kaki, dan kayu-kayu itu loh. Maka dari itu, untuk sementara, saya sudahi dulu post ini. Semoga bermanfaat.
Wassalam.
P.S. Oh, iya kalau ada yang berminat rombak kamar juga, bisa kontak saya, ya. Bisa didesign sesuai keinginan deh. Percayakan pada ahlinya.
Leave a Reply