Ini Dia Cerpen Buatan Saya yang Diselesaikan Hampir Pukul 00.00

Nama: Fadhila Hasna Athaya (13)

Lipstik Selfita yang Hilang

“Siapa yang kamu tuduh?”  tanya Bona.

“Ya kamu lah! Siapa lagi?” jawab Selfita.

“Aku ini laki-laki! Mana mungkin mencuri lipstikmu!” ujar Bona dengan nada marah.

Mereka berdua mulai siang tadi bertengkar. Bertengkar karena hilangnya lipstik Selfita yang baru dibelikan oleh neneknya. Selfita marah dengan argumen yang jelas. Selfita melihat lipstik miliknya di meja Bona. Pertengkaran itupun reda saat neneknya Bona datang ke teras, tempat Bona dan Selfita bertengkar. Mereka berhenti bertengkar karena mereka tak ingin nenek Bona nantinya akan marah kepada nenek Selfita. Marah karena cucunya difitnah oleh cucunya nenek Selfita. Bona tak mengembalikan lipstik itu karena Bona bilang lipstik itu untuk pacarnya. Memang beberapa hari lagi pacarnya Bona akan berulang tahun.

“Benar aku tak tahu dimana lipstikmu itu. Yang kau lihat di mejaku itu kado untuk pacarku. Masa kau tak percaya aku, teman baikmu dari kecil” ujar Bona.

“Iya deh. Maaf ya aku telah menuduhmu, Bona.” Selfita meminta maaf. Selfita memang sahabat Bona. Tapi Selfita gelap mata dan menuduh Bona yang mencurinya. Selfita merasa putus asa, sampai ia salah lihat.

“Sudahlah nanti aku bantu carikan ya di rumahmu. Tapi minggu depan saja, soalnya aku mau merencanakan pesta kejutan untuk pacarku.” ujar Bona.

“Janji ya! Janji jari tengah!” ujar Selfita sambil tersenyum simpul. Tak ia sangka sahabatnya itu ternyata laki-laki yang romantis.

***

Hari-hari pun berlalu, tanpa satupun titik temu. Malam ini, Selfita pergi jalan-jalan ke mal bersama teman-temannya tanpa riasan wajah. Ya, daripada dandan tanpa lipstik, lebih baik tidak usah dandan sekalian, pikirnya. Teman-teman Selfita, Siti, Jannati, dan Lina, heran mengapa Selfita terlihat seram dan muram.

“Selfita, mengapa hari ini kamu begitu muram?” ujar Siti.

“Ah aku tidak apa-apa kok.” ujar Selfita.

“Katakan saja apa yang menjadi pikiranmu.” ujar Jannati.

“Iya, biar muka kamu kembali lagi seperti sedia kala, ketika kita senang dan ceria. Tidak seperti sekarang, pucat dan menyeramkan.” ujar Lina.

“Sebenarnya, aku kehilangan lipstik yang nenekku belikan untukku, sebagai kado ulangtahunku ke-17. Lipstik itu sangat berharga, karena nenekku membelikan kado itu dengan susah payah. Nenekku menjual opak keliling komplek perumahan. Opak yang dijualnya itu benar-benar hasil buatannya. Aku sampai terharu dan tak berhenti meneteskan air mata begitu sepupuku memberitahukanku akan hal ini.” ujar Selfita sambil mulai menangis terisak-isak.

“Wah, nenekmu memang nenek perkasa!” komentar Lina.

“Hei, jangan memberi komentar yang di luar topik utama. Apalagi menyinggung-nyinggung tentang nenek Selfita yang memang perkasa. Kalau Selfita tidak menerima komentarmu itu, bisa saja ia mengadukan hal ini ke komnas HAM! Memang ada kebebasan memberikan pendapat di depan umum, tapi ya jangan komentar yang aneh-aneh.” ujar Jannati langsung memberikan kritik yang mengoreksi komentar Lina.

“Ah tahu apa sih kamu, Jan! Memang benar nenek dia perkasa. Berarti aku mengatakan fakta!” Lina langsung menyanggah komentar Jannati dengan gusar.

Sebelum Jannati hendak membalas perkataan Lina, Siti langsung menengahi hal sepele yang akan berbuah pertengkaran tersebut.

“Sudahlah, sudah. Yang penting kita harus bantu Selfita menemukan lipstik hadiah dari neneknya itu. Tak masalah mau perkasa atau tidak, sesuai hak asasi manusia atau tidak, menurutku nenek Selfita adalah nenek super yang sangat menyayangi cucunya.” ujar Siti dengan bijak.

Siti adalah anak sulung di keluarganya, yang mengurus dua adiknya yang berumur lima tahun. Wajarlah ia terbiasa bersikap tenang dan bijaksana. Kini Selfita dan tiga temannya itu berembuk menyusun cara bagaimana agar lipstik itu bisa ditemukan. Mereka bertiga berembuk di restoran favorit mereka, Sendok 25 Bambu.

“Jadi menurutmu, dimana terakhir kau melihat lipstik itu?” Siti memulai pembicaraan.

“Di loker sekolah, tapi sepertinya aku ceroboh saat menaruhnya, sehingga jatuh. Tapi aku tak menyadarinya kalau lipstick itu jatuh. Ini hanya kemnungkinan yang beralasan.” jawab Selfita.

“Bagaimana ciri-ciri dari lipstikmu?” tanya Lina.

“Warna lipstiknya hijau dengan glitter, kemasan lipstik itu berwarna kuning terang. Edisi terbatas dan hanya ada 25 produk yang dijual di seluruh dunia. Satu-satunya pembeli lipstik itu di Indonesia ya nenekku.” Selfita menerangkan karakteristik lipstik itu dengan jelas dan lugas.

“Hei sepertinya aku tahu siapa yang mencuri lipstik itu! Aku melihat ada perempuan menggunakan rok merah panjang dan beriasan muka tebal dan mulutnya sepertinya menggunakan lipstik dengan warna sama seperti lipstikmu yang kau jelaskan itu!” Jannati berseru.

“Kapan?” tanya Selfita. Matanya langsung berbinar-binar saat mengetahui informasi itu.

“Tadi, baru saja lewat. Dia sudah keluar pintu mal.” jawab Jannati.

“Tunggu apa lagi? Ayo kita kejar!” seru Lina.

Mereka langsung berlari meninggalkan restoran, tanpa membayar tagihannya. Pelayan restoran pun marah dan langsung ikut mengejar mereka. Namun sayang pelayan itu terpeleset dan terjatuh dengan keras karena ia tak membaca ‘Awas Lantai Licin’ yang menandakan lantai yang dia injak tersebut baru saja di pel.

Mereka berempat melihat sosok perempuan yang dideskripsikan Jannati di bawah lampu lalu lintas. Saat perempuan itu tahu bahwa ia sedang dikejar mereka berempat, ia panik dan langsung lari dengan langkah yang lebar. Sayangnya, rok yang dipakainya robek, hingga bagian paha. Tampak aneh sekali melihat betis dan paha perempuan itu berbulu lebat. Sosok perempuan itu terlihat dengan jelas karena lampu jalan kota yang begitu terang apalagi dengan billboard iklan dengan lampu besar.

Melihat pemandangan itu, Lina tertawa terbahak-bahak hingga ia tak melihat jalan dengan benar dan akhirnya menabrak tiang lampu jalan dan kemudian tak sadarkan diri. Jannati langsung membantu Lina. Jannati memang teman yang penolong. Jannati sangat menyayangi sesama. Ia berperilaku demikian karena saat di bangku SD, pelajaran yang paling ia sukai adalah Pkn. Maka ia menerapkan perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Siti adalah atlit daerah di bidang atletik. Prestasinya hebat dalam berlari sprint 100 meter. Dengan memperkirakan jarak dia dengan perempuan itu sekiranya sudah 100 meter, dia langsung mempercepat larinya dengan trik rahasia yang ia pelajari di kaki gunung Semeru. Tak sampai 10 detik, dia berhasil menjambak rambut perempuan itu. Rambut perempuan itu tidak rontok, tapi copot. Perempuan itu ternyata menggunakan rambut palsu. Tanpa rambut palsunya itu ia gundul, hingga terlihat seperti tuyul. Selfita yang hobinya melempar pohon jambu tetangga agar buahnya jatuh, langsung mengambil batu dan melempar tepat ke kepala perempuan itu hingga perempuan itu jatuh.

Selfita dan Siti langsung menghampiri perempuan itu. Mereka membalikkan badan perempuan tersebut yang tadinya telungkup karena jatuh dengan hidung yang menabrak paving block jalan terlebih dahulu. Saat dilihat ternyata perempuan itu bukan perempuan. Dia itu laki-laki. Dia itu Bona! Siapa yang menyangka, bahwa Bona yang dikira Selfita adalah laki-laki romantis, ternyata adalah seorang wanita pria, alias waria.

“Sejak kapan kamu begini, Bona? Atau harus aku panggil kamu Bonita?” ujar Selfita yang sepertinya sangat menyayangkan hal ini terjadi.

“Sejak aku putus dengan pacarku minggu kemarin. Siangnya, setelah aku putus dengan pacarku, aku teringat lipstik yang kamu pamerkan padaku saat pelajaran pertama. Begitu teman sekelas  pada pergi shalat ke masjid sekolah, aku ambil lipstik itu dari lokermu dan aku bawa pulang karena warnanya menarik dan juga karena aku berniat mengganti jenis kelaminku. Jadi aku harus terlihat seperti perempuan sejati. Tapi karena uangnya tak cukup ya jadi seperti ini dulu. Aku lakukan ini semua karena aku khilaf. Aku khilaf karena sepertinya aku gagal membahagiakan pacarku. Aku gagal sebagai laki-laki. Maka dari itu lebih baik menjadi perempuan, begitu pikirku. Maafkan aku.” Bona akhirnya mengatakan semua hal yang pasti akan benar-benar mengecewakan sahabatnya. Namun kenyataan memang harus dikatakan. Kenyataan itu tak seperti di film-film yang selalu indah, kenyataan itu memang pahit.

Tetapi, kenyataan ada juga yang manis. Yaitu kenyataan saat Selfita memaafkan Bona, sahabatnya dari kecil, dengan tulus dan membantunya kembali ke jalan yang diridhai Allah SWT.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *