Pada 2019, dalam satu bulan, saya pasti ada pergi ke luar kota. Lebih sering naik pesawat daripada naik travel Bandung-Jakarta. Ketemu orang baru, kenalan, dan jadi berteman.
Pada 2020, mau keluar rumah aja rasanya degdegan berasa mau pergi perang. Rupanya, latihan perang batin yang sehari-hari saya hadapi itu belum selevel untuk menangani was-was saat pandemi. Ya iya, wong cuma “pagi ini renang atau tidur lagi ya”, “pulang naik Transjakarta yang 3ribuan atau ojol yang 30ribuan ya”.
Pertengahan Maret lalu, saat kasus Covid-19 mulai bermunculan di Indonesia, saya masih sempat berpergian ke luar kota, Bogor dan Depok.
Di Bogor itu agendanya adalah rapat, sedangkan di Depok itu agendanya adalah ikut tes SIMAK UI. Kedua agenda berjalan lancar dan terasa aman karena protokol pencegahan Covid-19 seperti cek suhu dan penyediaan hand sanitizer dijalankan oleh pihak setempat.
Setelah dua agenda utama itu selesai, saya balik ke Bandung karena diberitahu kalau kondisi sepertinya tidak akan membaik dalam waktu dekat. Untungnya, pekerjaan saya memang bisa dikerjakan jarak jauh tanpa harus tatap muka.
Begitu udah sampai rumah, saya jaga jarak dengan kakek saya. Nggak ganggu-ganggu Faiz juga. Takutnya kan saya bawa-bawa virus ya.
Lima hari berselang dari kepulangan saya, tak tahunya muncul berita yang bikin kaki lemas. Rupanya, ada beberapa orang positif terpapar Covid-19 setelah mengikuti acara yang diselenggarakan di hotel tempat saya ikut rapat kemarin.
Langsung tuh terputar dalam otak saya, ingatan-ingatan di lift, duduk di meja makan, memegang kenop pintu ruang rapat, menyentuh botol hand sanitizer… Rasa-rasanya sih, saya sudah jadi super higienis selama di sana.
Habis baca berita, rasa-rasanya kok tenggorokan kayak gatal pengen batuk. Oh apakah ini namanya sugesti. Baca berita negatif itu ternyata bisa bawa pengaruh nyata dalam diri.
Beberapa minggu kemudian…
Alhamdulillah, sampai hari ini, saya sehat-sehat saja di rumah. Hanya, suka pegal kaki dan lengan aja. Soalnya rutin tiap sore ikutan shadow boxing.
Banyak sekali hal yang saya syukuri karena dapat berada di rumah selama terjadi pandemi. Awal-awal sih rasanya kagok harus kerja di rumah. Walaupun saya sudah terbiasa kerja di mana saja, rumah itu tidak termasuk di dalamnya. Rumah ya tempatnya istirahat.
Sekian cerita-cerita kali ini. Semoga saya yang di masa depan dapat membaca tulisan ini lagi dengan hati yang senang, seperti yang saya rasakan sekarang, kala pandemi sudah hilang dari bumi.
Leave a Reply