Jangan pernah dorong dirimu untuk melakukan hal yang kamu gak bisa. Itu adalah hal yang melelahkan. Pikiran buruk menghantui sepanjang waktu. Apa yang terjadi kalau yang kamu usahakan itu malah gak kejadian? Lebih baik diam di zona nyaman saja, semua hal sudah berjalan seperti biasanya, aman dan tenteram. Mungkin tidak semua orang memiliki zona nyaman, tetapi saya salah satu yang punya.
Hidup di Bandung bersama keluarga, Sabtu dan Minggu jalan-jalan ke mall, beli beberapa komik dan buku, sesekali menulis blog. Kalau lagi bosan, tinggal jadwalkan waktu untuk bertemu dengan teman.
Oh iya, satu yang paling saya rindukan, main softball. Semua hal yang mengesalkan bisa hilang dengan beberapa lemparan bola yang saya lempar sekeras-kerasnya, memukul bola dengan bat hingga jauh ke luar lapangan. Tidak ada yang perlu dirisaukan, walaupun nantinya kena kaca mobil yang melintas. Salam olahraga!
Sekarang, semua udah berubah. Hidup yang saya pilih, bukan lagi hidup yang tentang “saya”. Hidup saya sekarang tentang orang banyak. Iya, manusia dalam jumlah yang tidak sedikit (karena tadi saya bilang “orang banyak”). Yang bikin petugas sensus jadi kewalahan, makanya sensus diadain 5 tahun sekali. Ngitungnya gak kelar-kelar.
Dunia ini harus seimbang. Tidak bisa kalau semua orang memikirkan tentang diri sendiri. Tentang keluarganya sendiri. Tentang orang-orang terdekat yang paling ia sayangi. Kenapa? Bayangkan rasanya jadi presiden. Beliau gak bisa nongkrong sore sama teman-teman kuliahnya sambil sebat bersama. Kalau beliau tiba-tiba malem-malem cabut makan bubur, ya nggak bisa juga, ada banyak keputusan penting yang harus diambil demi rakyatnya.
Selain itu, belum tentu semua yang memikirkan dirinya sendiri bisa melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri dengan baik. Harus ada yang memikirkan mereka dan membantu mencarikan jalan keluarnya.
Kata Ko Yansen, anak muda zaman kini tuh sedikit-sedikit butuh rileks padahal apa pula yang mau dirilekskan. Perubahan terjadi pesat sehari-harinya. Tapi… kalau dipikir-pikir, gapapa juga sih ada yang rileks. Soalnya, mereka yang gercep pasti geregetan dan kerja lebih cepet karena lihat yang rileks-rileks. Kayak ada musuh kan tuh kalau sekantor sama yang rileks, bawaannya jadi mau ngasi liat kerja yang bener tuh yang kaya gimana. Haha tapi gak gitu juga sih, becanda.
Simpelnya, kalau hari Sabtumu dipakai ketemu teman, outcome-nya adalah kamu dan temanmu senang. Kalau kamu memilih menggunakan Sabtumu untuk jadi volunteer di sebuah acara, ya outcome-nya beda lagi. Begitu juga saat kamu memilih untuk membuat infografik daripada baca komik.
Hidup adalah tentang pilihan. Tidak ada pilihan yang salah, tetapi semua pilihan punya konsekuensinya sendiri. Pilihanmu menentukan jadi seperti apakah seorang kamu.
Papa saya adalah seorang ekspatriat yang bekerja di sebuah perusahaan minyak di Qatar setelah sebelumnya pernah di Batam dan Dubai. Pulang ke Indonesia setiap 3-4 bulan sekali. Dulu, pernah 6 bulan sekali pas saya masih SD.
Nah, gimana tuh. Apa konsekuensi yang terjadi dari pilihan Papa saya itu?
Tidak bisa dekat dengan anak-anak, istri, orang tua, dan saudaranya. Ditambah lagi harus beradaptasi dengan kultur yang beragam dari orang berbeda-beda negara. Di tempat kerjanya, tak sedikit yang saling tikam karena yang mereka pentingkan adalah diri sendiri, keluarganya sendiri, dan orang terdekat yang paling mereka sayangi. Papa saya harus berjuang sendiri. Demi kami, Papa saya merelakan zona nyamannya.
Dulu, saya sering menangis diam-diam kalau lagi kangen. Kenapa diam-diam? Kalau mama saya tahu, nanti mama akan sangat sedih karena ia juga sebenernya pasti kangen dengan suaminya, sepanjang waktu.
Kadang, saya tak habis pikir, mengapa papa saya memilih untuk bekerja di luar negeri. Dulu, semakin saya pikirkan ini, ujung-ujungnya malah bikin mau nangis.
Tapi, sekarang saya udah ngerti. Pilihan Papa saya lah yang membuat saya jadi Dhila yang sekarang, lulusan dari perguruan tinggi ternama dengan predikat cum laude, menang beberapa lomba baik yang mengandalkan otak, maupun otot (softball kan pake otot, hahah). Saya berusaha sebaik-baiknya di jalur hidup yang idealnya dijalani oleh kebanyakan anak muda sebagai persembahan untuk Papa saya.
Selanjutnya apa? Saya punya pilihan. Apakah kebaikan yang Papa saya berikan akan berputar pada saya aja atau saya lipat gandakan dan sebarkan pada lebih banyak orang?
Saya pernah mempertanyakan makna di balik nama Fadhila Hasna Athaya. Kata Papa dan Mama, artinya adalah Fadhila = keutamaan, Hasna = yang baik, Athaya = pemberian, kado. Setelah tahu fakta itu, pundak saya berat seketika. Berat, bos, arti namanya! Saya adalah kado keutamaan yang baik.
Mungkin, Papa dan Mama memberikan nama ini karena saya adalah kado terbaik bagi mereka. Namun, rasanya itu terlalu kecil bagi mereka yang sudah susah payah membesarkan saya di dunia. Entah ini tujuan mereka atau tidak, setiap kali saya mengenalkan diri pada orang lain, ada doa dan harapan mereka yang terucap dalam nama saya agar saya dapat menjadi sebuah kebaikan bagi orang tersebut.
Tugas saya adalah mengantarkan doa itu menjadi nyata. Memberikan kebaikan itu bukan perkara mudah dan membutuhkan perjuangan. Berdasarkan apa yang saya pelajari dari Papa saya, kebaikan itu datang dari luar zona nyaman.
—
Didedikasikan untuk Papa, yang nama akun Path-nya “Papa Dhila-Faiz”.
Selamat ulang tahun, Pa! Semoga Dhila bisa menjadi kado terbaik dalam hidup Papa. Dhila akan berusaha.
Leave a Reply